Pemerintah Umumkan Kenaikan UMP 2025
pojokwacana.com – Akhir Oktober 2025, pemerintah resmi mengumumkan Kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) 2025 dengan rata-rata kenaikan nasional sebesar 13% dibanding tahun sebelumnya. Keputusan ini langsung memicu perdebatan luas di kalangan buruh, pengusaha, dan ekonom.
UMP tertinggi tetap dipegang DKI Jakarta yang naik dari Rp5,2 juta menjadi Rp5,9 juta, disusul Papua Rp5,6 juta, dan Kalimantan Timur Rp5,4 juta. Sementara UMP terendah tercatat di Jawa Tengah sebesar Rp2,6 juta.
Pemerintah menyatakan keputusan ini diambil berdasarkan formula baru yang mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan produktivitas tenaga kerja. Kenaikan dianggap perlu untuk menjaga daya beli pekerja di tengah naiknya harga kebutuhan pokok.
Respons Beragam dari Serikat Buruh
Serikat buruh menyambut baik kenaikan UMP 2025 namun menilai besaran kenaikan masih jauh dari cukup. Mereka mengklaim kebutuhan hidup layak (KHL) pekerja di kota besar sudah mencapai Rp7 juta per bulan, sehingga UMP saat ini belum memenuhi standar hidup layak.
Beberapa serikat menggelar aksi unjuk rasa menuntut kenaikan minimal 20% dan menolak formula perhitungan baru yang dianggap terlalu berpihak pada pengusaha. Mereka juga mendesak pemerintah menghapus sistem pengupahan berbasis upah minimum sektoral yang dianggap memecah kekuatan buruh.
Selain itu, buruh meminta pemerintah memperketat pengawasan agar perusahaan tidak memanipulasi status kerja atau mem-PHK massal dengan alasan tidak sanggup membayar UMP baru.
Kekhawatiran Pengusaha dan Pelaku Industri
Sebaliknya, kalangan pengusaha mengaku keberatan dengan besarnya kenaikan UMP 2025. Mereka menilai lonjakan upah bisa meningkatkan biaya produksi secara signifikan dan mengurangi daya saing industri padat karya seperti tekstil, garmen, dan alas kaki.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut kenaikan upah dua digit berisiko mendorong relokasi pabrik ke luar negeri atau otomatisasi besar-besaran yang justru mengurangi penyerapan tenaga kerja.
Pengusaha juga khawatir kenaikan UMP tidak diikuti peningkatan produktivitas tenaga kerja. Mereka menuntut pemerintah memberi insentif pajak, subsidi pelatihan, dan kelonggaran regulasi untuk meringankan beban biaya produksi agar industri tetap bertahan.
Dampak Ekonomi yang Luas
Para ekonom menilai kenaikan UMP 2025 akan membawa dampak ganda. Di satu sisi, daya beli masyarakat diperkirakan naik, yang bisa mendorong konsumsi domestik dan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan upah juga dapat menurunkan tingkat kemiskinan pekerja formal.
Namun di sisi lain, kenaikan biaya tenaga kerja bisa memicu inflasi barang dan jasa. Perusahaan mungkin menaikkan harga jual untuk menutup kenaikan biaya produksi, yang pada akhirnya bisa menggerus daya beli kembali.
Ada juga kekhawatiran UMP tinggi akan memperlebar kesenjangan antara pekerja formal dan informal, karena pekerja informal tidak ikut menikmati kenaikan upah sementara harga barang naik.
Perdebatan soal Formula Baru Penetapan UMP
Kenaikan UMP 2025 menggunakan formula baru yang menggabungkan variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks produktivitas tenaga kerja. Pemerintah menyebut ini untuk menciptakan keadilan bagi pekerja sekaligus menjaga keberlanjutan usaha.
Namun banyak pihak menganggap formula ini masih kurang transparan. Serikat buruh menilai tidak ada partisipasi publik dalam menentukan bobot tiap variabel, sementara pengusaha menilai produktivitas sulit diukur secara seragam antar daerah dan sektor.
Sejumlah akademisi mendorong pembentukan dewan pengupahan independen yang berisi perwakilan buruh, pengusaha, pemerintah, dan akademisi untuk merumuskan formula penetapan upah secara lebih terbuka dan berbasis data.
Harapan untuk Jalan Tengah
Publik berharap pemerintah mampu menengahi kepentingan buruh dan pengusaha agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan. Banyak pihak menekankan pentingnya dialog tripartit yang setara agar kebijakan pengupahan tidak merugikan salah satu pihak.
Pemerintah juga diminta fokus meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui pelatihan vokasi, insentif teknologi, dan perbaikan kualitas pendidikan. Dengan produktivitas tinggi, kenaikan upah tidak akan memberatkan pengusaha.
Selain itu, penguatan perlindungan sosial seperti jaminan pengangguran dan subsidi upah juga dinilai penting agar pekerja tidak rentan saat terjadi gejolak ekonomi atau PHK massal.
Penutup: Menemukan Titik Seimbang
Menjaga Daya Beli dan Daya Saing
Kenaikan UMP 2025 menunjukkan komitmen pemerintah meningkatkan kesejahteraan buruh, namun harus diimbangi strategi menjaga daya saing industri agar lapangan kerja tidak menyusut.
Jalan Tengah untuk Keadilan
Dialog sosial yang terbuka, berbasis data, dan berkelanjutan menjadi kunci menciptakan sistem pengupahan yang adil, produktif, dan berkelanjutan bagi masa depan tenaga kerja Indonesia.
📚 Referensi